Senja begitu Harum

Suara-suara kecil itu begitu nyaring terdengar dengan gelak-gelak yang membuat sebuah simpul tersenyum.
Begitu asyiknya mereka berlarian saling mengejar, bahkan terkadang ada yang terjatuh dan saling menimpa, namun mereka bangkit lagi dengan sedikit meringis di sela tawa mereka.
Suasana taman bunga ini menambah riangnya permainan mereka, menjelajah seluruh pelosoknya dengan sesekali menjahili bunga yang sedang bermekaran.
“Senja, kamu jangan memetik bunga itu” sentak Harum seketika.
“Aku hanya ingin memberikan bunga ini pada sahabatku”, tak kalah Senja menjawab.

image

“Ah, kamu merusak indahnya taman ini saja Senja”, ujar Harum dengan mimik yang begitu kesal.
Lalu, Senja menghampiri Harum, dan meletakkan kuntum bunga ungu bertangkai itu pada sela telinga Harum sambil berkata “Bunga ini untuk sahabatku yang terbaik”.
Senyum langsung membentang di wajah Harum yang sesaat lalu kesal, “Terima kasih Senja” lanjutnya.
Lalu mereka berpelukan, dan kembali berlarian dengan begitu gembiranya dengan tangan yang saling menggenggam erat.
Indah sekali pemandangan taman ini, di penghujung sore.
Senja begitu Harum.

SELAMAT MALAM, SENJA

PENGGALAN 1

Selamat Malam, senja.

Ridho nama pendeknya, beranjak dari pembaringannya menuju arah depan kamarnya lalu menempellah wajahnya di balik kaca bening yang begitu jelas memperlihatkan langit kala senja itu. Tanpa kecerahan yang terpancar dari langit, seakan menjadi keadaan yang sama terhadap suasana hati bahkan fikiran Ridho, begitulah hujan mengguyur bumi.

Perlahan, Ridho melepaskan wajahnya dari permukaan kaca jendela kamarnya yang sudah penuh dengan butir-butir debu. Tangannya yang begitu lemah meraih pegangan pintu dan membuka dua kali arah kunci sehingga terlihatlah suasana nyata di depan pandangnya berupa jatuhan air dari langit senja itu.

Sementara, Ridho duduk di atas lantai di bawah bingkai rangka pintu kamarnya dan termangu menatap langit atau meringis memandangi hujan yang turun begitu derasnya dimana malaikat sedang mencatat pada saat bersamaan bahwa hati Ridho sedang menangis mengingat yang telah terjadi dan berlalu pada sepanjang pertumbuhan hidupnya.

Kumandang Adzan tidak mengagetkan Ridho, namun belum membuat Ridho beranjak dari posisi duduknya tadi untuk segera mengambil air wudhu dan menunaikan ibadah Shalat Maghrib. Ridho terus saja memandangi jatuhan air hujan yang memercik hingga ke dekat kakinya, terkadang dia mengusap kakinya untuk menghilangkan basah akibat percikan air. Tetap diam tak beranjak.

Sesaat berlalu, barulah Ridho mengangkat badannya untuk berpindah ke dalam kamar mandi dan mengambil wudhu untuk melanjutkan segala doa dan curhatan dari hatinya, karena hanya Allah yang dia anggap menjadi Sahabat terbaik dari hidupnya yang senantiasa menemaninya dalam keadaan susah atau senangnya.

Sekembalinya Ridho dari segala doa dan curhatannya kepada Allah, dia tetap berpulang pada posisi nyamannya di atas kasur dan bersender di batas dinding kamarnya yang menegaskan dingin karena cuaca begitu tidak baik pada senja ini. Entah apa dalam fikirnya, diam saja tanpa banyak melakukan gerakan-gerakan badan yang menyiratkan bahwa Ridho tidak sedang bersemangat.IMG_20131127_132653

dan, kembali lagi…

image

Di suatu lingkar hari, melangkahlah sepasang kaki yang terlihat sempurna namun begitu goyah pijakannya.
Dengan kepala yang terus merunduk, tampak berat tanpa pernah mendongak sedikitpun tak perduli apa yang ada di sekelilingnya.
Apakah matanya tetap melihat jelas? Entahlah, karena tak sedikitpun wajahnya terlihat selain kepalanya ditutupi oleh sebuah topi kusam yang mungkin sudah lupa kapan terakhir kali dicuci.
Bunyi petir dari langit yang perlahan mendung pun sudah tak digubrisnya, hanya terus berjalan gontai ikuti selasar dan likuan. Tanpa arah pasti.
Dan begitulah pada saatnya hujan pun turun dari langit mendera-dera menghujam bumi di bawahnya. Dan pastinya, sekujur tubuhnya yang masih terus berjalan tak perduli kuyup dan basah semakin menambah (mungkin) pilu.
Di penghujung senja itu, berakhirlah langkah kakinya pada satu titik yang begitu sepi tak bersuara yang berlukiskan langit dan rerumputan hijau serta seonggok batang pohon yang sudah tak berdaun.
Diletakkan tubuhnya bersandar pada batang pohon itu dan kepalanya pun mendongak.
Tangannya yang basah menyeka matanya yang berair, entah karena sisa-sisa hujan tadi ataukah bulir-bulir tangisan yang sepanjang jalan tadi tak terlihat.
Mata yang begitu basah berkerling kosong menatap nanar langit yang beranjak gelap, dan sebentar saja benar-benar gelap hingga pelangi yang biasanya muncul setelah hujan pun sudah tak tampak.
Tangannya mendekap tubuhnya yang sudah terasa menggigil hingga bergetar sekujur tubuh yang begitu kurus dan kusam itu. Tak ada kehangatan yang mampu memeluknya untuk mengurangi sedikit dingin yang begitu lara.
Ada sisa air dari ranting pohon tua itu yang jatuh tepat di pelupuk matanya, dan dibiarkannya menetes seiring buliran air dari matanya yang terus mengalir. Hanya sesekali menyeka walau belum juga berhenti.
Dia tak mengejar malam, hanya diam hingga memang malam mendapati dirinya dalam kemuraman di pekat dan begitu gelapnya. (Mungkin) Tak ada yang tahu apakah ada seseorang yang bersandar di batang pohon tua itu karena tanpa cahaya apapun.
Bintang-bintang pun yang kemarin malam masih bermunculan di layar langit kini sudah tak terlihat berkerlipan, semua tertutup awan hitam di malam yang gelap.
Sungguh, jelas sekali kepalanya kepalanya merunduk tepat di batas malam di penghujung hari itu dan genggaman jemarinya tampak begitu kuat seakan menahan pelukan kerinduan yang hanya hadir dalam lamunannya.
Tak bergeser sama sekali posisi duduk dan bersandarnya, benar-benar tahan akan keadaan itu. Untuk mengangkat kepalanya saja menyaksikan pergantian hari dengan terbitnya mentari tepat di hadapnya sudah begitu enggan.
Namun, dia tetap dapat merasakan terang akibat sinar yang menyengat kulitnya yang lembab karena hujan kemarin sore.
Lalu, perlahan diangkatnya kepalanya dan membukalah kelopak matanya untuk menatap sinar mentari dengan tetap berlinang air.
Selamat pagi, malam (dalam hati terucap).

aku, lelaki hitam yang begitu kusam.

Aku, hanyalah lelaki hitam yang selalu terlihat kusam dengan apa yang ada pada diriku.

Namun, aku hanya berusaha lakukan dan berikan yang terbaik apa yang aku punya kepada orang lain.
Mungkin, siapapun dapat memanfaatkan aku dengan situasi apapun.. Dan itulah bodohnya aku, selalu terjebak lalu terjerembab di dalam kebodohan aku secara tidak sadarnya.

Akulah, manusia yang selalu salah…
Akulah, manusia yang selalu menjadi masalah..
Dan,
Akulah, lelaki hitam yang kusam.

makna yang terikat

setia, sebuah kata yang terkadang menjadi momok dalam sebuah ikatan..
mengapa bisa disebut momok? Ya, karena setia itu sebuah kata yang sederhana namun menyiratkan makna yang begitu dalam dan terkadang bahkan tak jarang menyakitkan..

setia, sebuah kata yang sering tersebut dalam sebuah janji suci.. Namun, kata tersebut terkadang dapat menjadi sebuah ingkar dalam perjalanannya..
ya, karena setia itu dapat berlari keluar dari sebuah lingkaran yang sudah dikelilingi oleh tembok-tembok berlapis cinta dan sayang demi sebuah ilusi atau imaji atau impian yang mengikuti sebuah fikir halusinasi semata yang sekejap dan sebuah hasrat yang tak mampu dibendung dengan jernihnya rasa.

setia, sebuah kata yang di zaman sekarang begitu menjadi kata munafik bagi orang-orang yang tak berasa dan bernurani di dalam hatinya..
ya, karena setia sekarang hanya menjadi sebuah mainan yang tergoyahkan oleh goda-goda sebuah media yang tak masuk akal.

setia, menjadi sebuah ingkar dari tipu-tipu modern pada sebuah sederhananya kata cinta..
hanya dengan media chatting, media sosial, media tulisan, setia itu menjadi hambar dan dapat teroleskan oleh ungkap berselimut modus..

setia, sebuah kata yang menjadi sebuah tanya untuk nyata dalam ikatan dan lingkaran cinta dan sayang..
setia, sebuah kata untuk kita mampu melewati tipu untuk goyahkan benteng kasih kita..

setia, akulah setia yang pernah tersakiti, namun aku tak ingin lagi tersakiti..
takkan lagi aku biarkan aku mengalah pada sebuah fiksi yang hancurkan lingkaran aku, dan membuat hatiku terkunci lagi nantinya..
karena, setia bagiku adalah sejati untuk sebuah rasa dan cinta yang harus aku semai sepanjang waktu demi utuhnya benteng kasihku..
setia.
image